Dilahirkan
di desa terpencil tidak menghalangiku menjadi orang terpelajar dan tertinggal.
Saya juga ingin layaknya orang-orang dikota, berfikir terhadap pentingnya pendidikan.
Kebanyakan orang kota mengedepankan pendidikan, yang berbeda dengan masyarakat
desa yang mungkin kebutuhanya penting makan dan kumpul keluarga, pendidikan dijadikan nomor sekian. Bagaikan
bumi dan langit jika dibandingkan, hari-hari masyarakat kota disuguhi oleh banyak teknologi dan
informasi, sedang
masyarakat desa hanya sibuk pergi kesawah.
Sebagai perwakian orang desa, hal itu tidak
berlaku bagi saya. kita harus mampu bersaing, tidak hanya orang kota saja,
orang dari desapun berhak atas pendidikan jika ada kemauan, itulah
tekadku, sehingga aku putuskan
untuk melanjutkan studi di kota jogja, UIN suanan kalijaga menjadi pilihanku
belajar, Alasanya karena ingin mendalami ilmu agama. Disamping itu di kampus
ini biaya kuliah bisa lebih murah dibandingkan kampus-kampus lain di jogja bahkan Nusantara, hehe. Dilihat dari bentuk
bangunanpun, sebenarnya
tidak kalah bagus tuh dengan kampus lain, jadi tidak begitu malu-maluin begitu
kuliah dikampus ini. Namun, dengan
biaya yang murah, saya harap tidak ada perbedaan pembelajaran dan perbedaan hak
mahasiswa dari kampus
lain. Jadi harapannya,
saya mendapatkan hak yang sama dengan mahasiswa Universitas lain. Pokoknya harus.hh
Hari
pertama masuk kuliah ku ikuti dengan Orientasi Pengenalan Akademik (OPAK)
layaknya kegiatan yang rutin di ikuti setiap mahasiswa baru di semua
Universitas. Saat itu pelaksananya selama tiga hari dan disusul Sosialisasi Pembelajaran (SOSPEM)
selama dua hari. Agak aneh memang,
saat berada dilingkungan kampus baru dan hari pertama menjadi seorang
mahasiswa. Saya yang biasanya dirumah membantu orang tua sekarang berada
dilingkungan Akademisi, hehe.
Tapi,
inilah pilahanku. Setelah lulus SMA saya memang tidak langsung melanjutkan
kuliah, melainkan membantu
orang tua terlebih dahulu.
Itu
sedikit pengalaman, lanjut kepada kuliahku. Saat kuliah saya bertemu, berkumpul
dengan bermacam orang yang berbeda ras dan suku. Kami disatukan dalam satu kelas
yang namanya KPI, tapi bukan Komisi
Penyiaran Indonesia looh, melainkan
Komunikasi Penyiaran Islam.
Saat memasuki perkuliahan,
saya baru sadar ternyata dijurusan ini membutuhkan ruang rii bagi mahasiswanya. Karena sejatinya, dijurusan hanya diajari Teori-Teori
yang membosankan, padahal jurusan ini merupakan jurusan praksis yang butuh
praktek secara langsung.
Semester
pertama bisa kulalui dengan hikmat bersama kawan yang lain, walaupun secara
akademik, nilai
semester awal kurang begitu memuaskan. Perlahan, di semester
dua ada peningkatan dalam bidang akademik,
namun aku mulai resah, Percuma punya nilai bagus kalau ilmu yang saya dapat
tidaklah seberapa, toh nilai itupun bisa dibuat. Jurusan saya membutuhkan ruang
gerak khusus yang tidak cukup didapat hanya dikampus, melainkan saya harus
barani belajar diluar selain kampus. Bercermin dari banyak teman yang kapasitas
berfikir maupun wawasanya sudah lebih luas.
Lama-kelamaan bagi saya kuliah
saja tidak cukup jika hanya berkutat dengan kos,
kamus,dan kantin.
Karena memang, mahasiswa
dituntut berwawasan luas. Lama saya berfikir kemana saya mencari ilmu-ilmu itu
dan memperkaya kekurangan perkuliahan terutama pada jam-jam kosong setelah
kuliah. Mencari informasi kesana-kemari, tanya teman sana-sini, saya biasakan,
akhirnya keputusan saya harus memperdalam keilmuan yang sesuai dengan jurusan
perkuliahan yaitu dalam bidang tulis menulis atau kejurnalistikan.
Disemester
tiga awal saat itu akhirnya saya
mendaftar menjadi anggota baru di Lembaga
Pers Mahasiswa RHETOR. Bergabung dengan senior ataupun sesepuh-sesepuh RHETOR dalam memperjuangkan
hak Mahasiswa. RHETOR memang
wadah atau ruang organisasi
bagi mahasiswa yang ingin memperdalam ilmu kepenulisanya selain kuliah. Itulah
kenapa Lembaga Pers ini berdiri, dengan harapan ada wadah bagi mahasiswa yang
kecewa terhadap iklan kampus yang begitu muluk-muluk dalam memikat calon
mahasiswa baru. Lembaga pers inilah yang menjadi obat bagi
mahasiswa yang haus akan ilmu dan gila akan memeperjuangkan hak sebagai
mahasiswa.
Walaupun
saat ini statusku dalam organisasi tersebut
masih berada pada masa magang, namun disini, saya diberi hak yang
sama dengan crew yang lain. Kami diajarkan kebersamaan, ‘’Berat sama dipikul Ringan sama dijinjing’’
, itulah doktrin pertama
yang ditanamkan dalam jiwa saya. Nampaknya doktrin itu juga meluluhkan banyak
anggota baru,
karena hakikatnya para perantau membutuhkan keluarga dikota besar seperti Jogja
ini. Tak terkecuali saya yang rela mengalahkan kegiatan lain, organisasi lain, demi bergabung bersama
keluarga kecilku itu. Ya keluarga RHETOR.
Saya
semakin yakin dengan pilihan ke LPM ini karena disini mendapatkan pengalaman
yang sangat berharga, pengalaman yang mungkin tidak akan saya dapatkan
dimanapun. Anggota kami layaknya sebuah keluarga, saling pengertian dan perhatian. Semua kami
lakukan bersama-sama, Makan
bersama, dengan mengedepankan tradisi
bantingan saat
diskusi terpaksa larut malam. Memang sih
sangat tidak mengenyangkan makanan sedikit dengan jumlah orang yang
banyak. Namun, disitulah saya
merasakan nikmatnya kebersamaan dan saling berbagi. Dengan bekal kebersamaan
itulah, diharapkan menjadi
modal awal dalam bekerja dan berkarya. Harapan ingin mendapat bimbingan dari
anggota lain untuk memperluas wawasan menjadi pemicuku. Disini kami berjuang bersama untuk Mahasiswa
lain agar tidak ada yang di rugikan. Disinilah saya menganggap
bahwa RHETOR
adalah
Keluarga dan Harapan bagiku.