Oleh: A
Taufiq*
/I/
Guru,
Sajakku
hanya angin pagi
Sekedar
lewat berhembus
Dan hilang
tanpa dikenang
(Aku tak ingin sepertimu
yang berceloteh tentang hidup seribu tahun
lagi)
/II/
Guru,
Cintaku tak
sedahsyat kesederhanaan sajakmu
Yang seperti
awan hilang jadi hujan
Atau kayu
yang terbakar jadi abu
(cintaku yang memang hanya goresan pasir
pantai
tapi butuh keringat dan darah untuk
menulisnya)
/III/
Guru,
Aku akan
tetap bersajak tentang anggur dan rembulan
Terserah kau
mengumpatiku
yang
melupakan kemiskinan dan penindasan
(tapi aku muak dengan kenyataan)
/IV/
Guru,
Izinkan aku
memakimu
Sebab darimu
aku mengerti takdirku
(Surgaku adalah pelarian
Baktiku adalah kehampaan)
Rumah Kaca,
16 Maret 2014
*Penulis seharusnya sudah bukan mahasiswa. Mulai
aktif di Sanggar Gondes (SAGON). Tinggal di pinggir sungai Gajah Wong.